Tanggal 21 Mei 1998, sekitar 24 tahun lalu Presiden Republik Indonesia (RI) Soeharto mengundurkan diri.
Presiden Soeharto mengundurkan diri setelah serangkaian aksi demonstrasi dan kerusuhan di berbagai daerah.
“Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan setelah dengan sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998,” kata Soeharto dalam pidatonya.
Yono Punk Lawyer si advokat kelas medioker adalah mahasiswa angkatan tahun 1997. Berkuliah di salah satu perguruan tinggi luar negeri alias swasta di Yogyakarta, sebut saja Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY).
Kampus yang terletak di bilangan Mrican Baru, bertetangga dengan Universitas Sanata Dharma (USD) dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Tentu saja lokasi kampusnya tidak jauh dengan lokasi aksi demonstrasi kekinian di Yogyakarta dengan tajuk “Gejayan Memanggil.”
Menjalani masa kuliah di periode orba, Yono Punk Lawyer si advokat kelas medioker singkatnya merasa beruntung bisa menikmati periode itu.
Tau gak, film G30s PKI. Film dokudrama propaganda Indonesia yang dibuat tahun 1984?
BACA JUGA: PERGULATAN POLITIK ALA OLIGARKI
Film ini disutradarai dan ditulis oleh Arifin C. Noer, diproduseri oleh G. Dwipayana dan dibintangi Amoroso Katamsi, Umar Kayam serta Syubah Asa. Film ini menjadi tontonan wajib di era orde baru berkuasa.
Ada kutipan dialog yang menarik dalam film tersebut. Ada fragmen sebuah rapat yang salah satu tokoh berkata “Ibu pertiwi sudah hamil tua,” begitulah kira-kira gambaran situasi masa Yono Punk Lawyer si advokat kelas medioker menjalani masa awal kuliah.
Krisis multidimensional setelah selama kurun waktu 32 tahun Presiden Soeharto berkuasa mendekati titik nadir yang akhirnya runtuh pada tanggal 21 Mei 1998.
Dalam konteks ini, Yono Punk Lawyer si advokat kelas medioker merasa beruntung dan berterima kasih dengan kakak senior aktivis, khususnya gerakan mahasiswa sebelumnya yang telah menanam benih atau bibit perlawanan bersama rakyat untuk menumbangkan rezim tiran dan totaliter orde baru waktu itu.
Ketika Yono Punk Lawyer masuk kuliah, apa yang ditanam generasi aktivis sebelumnya sudah tumbuh dan berkembang dengan baik, yang berdampak dengan Yono Punk Lawyer si advokat kelas medioker ini mempunyai pembenaran bolos kuliah yang konseptual yaitu izin aksi demonstrasi.
Menjadi aktivis mahasiswa ngehits pada masa itu, karena di tengah iklim perkuliahan yang berkutat dengan buku, cinta dan pesta, kantin kampus dan tempat nongkrong mahasiswa obrolan yang kekinian adalah membahas isu nasional sampai dengan implementasi salah satunya dengan aksi demonstrasi.
Obrolan pengalaman advokasi dan pengorganisiran rakyat tertindas dibahas renyah seperti snack. Semua stakeholder di masyarakat mendukung seperti botol ketemu tutupnya. Klop. Sungguh suasana waktu itu menggugah romantisme revolusioner Yono Punk lawyer si advokat kelas medioker yang tetap menolak lupa. Eh, menolak tua.
Bagaimana dengan situasi dan kondisi sekarang? Apakah gerakan mahasiswa itu melempem? Tentu tidak semudah itu kisanak menyimpulkan segala sesuatu.
BACA JUGA: 5 PENYEBAB KORUPSI MAKIN MERAJALELA
Mahasiswa sebagai “Agent of change” mempunyai tanggung jawab sejarah untuk selalu menjadi pelopor setiap perubahan yang lebih baik di masyarakat.
Aksi demonstrasi yang cukup hits seperti “Gejayan Memanggil” adalah sebuah bukti eksistensi mahasiswa menjawab tantangan tanggung jawab sejarah di tengah situasi ilusi demokrasi dan tawaran kehidupan hedonis khas kelas menengah di sekelilingnya. Mereka masih sempat berjuang bersama rakyat.
Buat generasi 98 seperti Yono Punk Lawyer si advokat kelas medioker hendaknya jangan merasa jumawa dan merasa bahwa kita angkatan paling keren, militan, progresif dan revolusioner serta serangkaian sebutan lain yang gahar.
Karena tidak ada yang abadi, hanya perubahan yang abadi.
Dahulu kita banyak mengkritisi angkatan 66, 74 dan 78 dengan evaluasi berbuih-buih laksana ombak di pantai selatan. Byurrrr.
Kita bisa refleksi situasi sekarang seperti apa? Yang jelas supaya kita tidak berbuat zalim, selemahnya iman kalau tidak bisa mendukung atau membantu gerakan mahasiswa tidak usah nyinyir! Cukup diam dan perhatikan bagaimana sejarah mencatat pelanjut angkatan berkiprah.
Panjang umur perjuangan!
Salam